Selasa, 16 Juli 2013

Hendrawan Si Gajah Kecil Lampung












Di antara deretan lifter muda kelas 50 kilogram tampak Hendrawan (11) berdiri paling belakang. Kelas 50 kilogram tersebut merupakan kelas pembuka Invitasi Nasional Angkat Besi Remaja di GOR Permata, Denpasar, Bali, Selasa (27/2).
Dengan jaket berwarna biru muda dan putih yang kebesaran tampak Hendrawan percaya diri. Sesekali ia tersenyum karena digoda pelatihnya “ Ini lifter juru kunci, paling muda dan kecil tubuhnya” ujar Imam Santoso.
Hendrawan sendiri masih duduk di kelas 5 Sekolah dasar, dan baru enam bulan berlatih di padepokan angkat besi Gajah Lampung setelah diajak Misdan Yunip, mantan lifter.
“ Susah-susah gampang mas melatih anak-anak, karena masih banyak mainnya, ya dimaklumi aja” Tambahnya saat ditanya kesannya melatih anak-anak.
“Sebagian besar anak latihnya baru pertama kali ikut turnamen, terlebih Hendrawan.  Ini bukan mengejar kemenangan, tapi melatih anak latihnya untuk mempunyai daya juang” tambahnya.
Semangat Hendrawan terlihat saat namanya dipanggil melalui pengeras suara. Dengan baju ketat merah bergaris biru khas lifter lampung, Hendrawan bergegas meninggalkan tempat pemanasan. Ikat pinggang kulitnya segera dikencangkan maksimal, sehingga terlihat bagian pinggangnya mengecil.
“Heh....kendorkan  dulu ikat pinggangnya! Kamu tidak bisa nafas nanti” hardik Imam, sang pelatih yang selalu setia mendampingi. Segera Hendrawan mengendurkan ikatan ikat pinggang karena masih sekitar satu menit setelah nama dipanggil lifter baru bisa melakukan angkatan. Memanfaatkan waktu jeda, Hendrawan yang didudukan di kursi plastik tidak jauh dari pintu masuk arena mendengar arahan pelatih.
Sayang, Hendrawan gagal saat melakukan gerakan jerk. Barbel terlepas ke belakang. Lifter juru kunci di kelas 50 kg itu hanya menyengir saat gagal pada usaha ketiga. Total angkatan Hendrawan siang itu adalah 72 kg, 32 kg dari snatch dan 42 kg dari clean and jerk.
Tidak tampak wajah penyesalan bagi Hendrawan dan pelatihnya, Imam Santoso dengan kegagalan tersebut.
Bagi Imam, ia telah berhasil mengajari anak latihnya bahwa kemenangan dalam sebuah kompetisi angkat besi bukan hanya terletak kemampuan mengangkat beban melainkan melatih teknik dan memupuk daya juang. Sementara bagi sang Juru Kunci, Hendrawan, ia telah melakukan sebuah langkah kecil yang besar dalam mengawali keberhasilannya berprestasi di masa yang akan datang.  Itupun  jika ia terus berjuang pantang menyerah di tengah minimnya dukungan dari negara. (BAH)



Kalahnya sang Predator Laut













Di bibir dermaga Pelabuhan Pendaratan Ikan Muncar Banyuwangi, Jawa Timur,  puluhan warga sabar menunggu. Pandangan mata mereka terus mengawasi dua kapal yang baru lempar jangkar, Senin (26/11) .
Tidak seperti kebanyakan kapal yang tiba membawa tonggkol, tuna, makarel, Layur, kapal tersebut membawa tangkapan berupa ikan hiu. Hiu ukuran besar dengan bobot mencapai empat kwintal akan menjadi subjek wisata warga yang sedang berkunjung ke Muncar.
Dua perahu ukuran sedang yang menjemput tangkapanpun merapat. Perahu tersebut menggantikan kapal yang tidak bisa merapat akibat air laut yang sedang surut. Kuli-kuli angkut dengan sigap menyambutnya dengan mengeluarkan berbagai jenis hiu hasil dari kapal dan mengangkutnya ke tempat penjualan. Ikan tersebut di ambil dari perairan Kalimantan hingga Sulawesai dalam perburuan yang dilakuakn selama dua belas hari.
Di tempat penjualan, setelah ditimbang hiu tersebut di letakkan di lantai. Di jejer rapi untuk memudahkan proses pengambilan sirip. Hiu tersebut ditangkap untuk berbagai alsan dari kuliner hingga medis.
Di bidang kesehatan ilmuwan berusaha menghubungkan protein dan mineral yang ada di tulang rawan sirip hiu. Sirip dan moncong hiu yang terbuat dari tulang rawan  diketahui memiliki ketahanan yang kuat terhadap infeksi serta kekebalan terhadap kanker.
Hal tersebutlah yang mempuat posisi ikan hiu yang merupakan salah satu predator puncak di lautan terus terdesak sehingga terancam punah di bumi. Sejumlah gerakan menolak perburuan hiu yang gencar dilakukan secara global  membuat sejumlah negara mengambil kebijakan untuk melarang jual beli hiu terutama siripnya.
“ Dulu saat belum banyak larangan penjualan sirip hiu, pada 2010 harga perkilogramnya mencapai  Rp1,8 Juta dan kini hanya Rp800.000 rupiah “ Ujar Rahman pekerja di pelabuhan pendaratan ikan.  “Ada pembeli hanya mengambil sirip, ada juga tubuh beserta organ dalamnya.  Semua bagian laku dijual “ Jelas Rahman lagi, tapi dia tidak tahu menahu akan digunakan untuk apa saja hiu tersebut dibeli, yang ia tahu ikan ikan ukuran besar tersebut dikirim ke Surabaya dan Tuban “.
            Tanpa pengaturan yang jelas atau mungkin pelarangan perburuan hiu akan membuat ikan yang telah hidup sejak masa purba tersebut hanya akan dilihat dan dipelajari melalui literatur-literatur ilmu kelautan. Dan punahnya predator utama di lautan tersebut akan membuat ekosistem tidak seimbang. (BAH)
            .

Gaya Memotret
















Rintik hujan mulai turun saat wisatawan dari berbagai negara yang berkunjung ke Menara Kembar Petronas di Kuala lumpur, Malaysia, berusaha mengabadikan dirinya, teman atau familinya dengan kamera foto, Minggu (4/11).
Bukan perkara mudah memotret menara dengan tinggi 452 meter yang menjadi ikon wisata Malaysia tersebut. Diperlukan lensa kamera dengan sudut pengambilan lebar sementara banyak dari mereka hanya membekali diri dengan kamera poket sehingga sudut pengambilan kamera menjadi terbatas.
Merekapun harus memutar otak untuk mengantisipasi permasalahan sudut pengambilan foto yang terbatas, karena jika mereka paksakan mereka tidak akan mendapat gambaran penuh menara petronas dari bawah hingga bagian puncaknya. Alhasil maka hadirlah gaya memotret yang beraneka ragam. Ada yang tiduran, setengah duduk juga berdiri.
Dari berbagai macam gaya itulah mereka dapat mengatasi permasalahan mereka. Mereka mampu mendapatkan foto keluarga atau teman mereka utuh dengan tampak belakang gedung Petronas dari bawah hingga bagian puncak. Proses tersebut menarik untuk didokumentasikan (BAH)